Di tanah jawa, khususnya bekas kerajaan Mataram, lazim diselenggarakan Grebeg, yaitu prosesi upacara adat keraton, dimana salah satu rangkaian puncak acara adalah membawa/mengusung gunungan. Dan untuk tahun ini upacara tradisional kirab Grebeg Maulud Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat kembali digelar bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Jumat (26/2/2010). Tentu saja upacara yang telah berlangsung turun temurun ini mendapatkan perhatian luas dari warga Yogyakarta dan sekitarnya. Bahkan wisatawan dari manca negara juga tak ketinggalan ikut menyaksikan ritual yang berlangsung setiap tahunnya ini.
Masyarakat dan wisatawan manca negara menunggu sejak pagi hari untuk menikmati tontonan upacara tradisional turun-temurun tersebut meskipun harus berdiri berdesakan di tengah teriknya matahari.
Prosesi Grebeg Maulud tahun ini tampak menarik perhatian sejumlah turis, yang dengan sabar menunggu sejak awal hingga berakhirnya upacara tradisional itu dan mereka dengan antusias mengabadikan prosesi adat tersebut, baik melalui kamera maupun kamera video.
Jalannya prosesi upacara tradisional Grebeg Maulud berupa iring-iringan Gunungan Lanang, Wadon, Gepak, Pawuhan, dan Dharat yang dikeluarkan dari dalam Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat melewati Siti Hinggil, Pagelaran, Alun-alun Utara, hingga berakhir di halaman Masjid Gede, Kauman, Yogyakarta.
Gunungan yang dibuat dari bahan makanan, seperti sayur-sayuran, kacang, cabai merah, ubi, dan beberapa pelengkap yang terbuat dari ketan dan dibentuk menyerupai gunung, yang melambangkan kemakmuran dan kekayaan tanah Keraton Mataram.
Parade Gunungan Lanang, Wadon, Gepak, Pawuhan, dan Dharat yang dipimpin oleh Manggoloyudho (panglima perang) GBPH Yudhaningrat (adik Sultan HB X) disambut dengan tembakan salvo oleh para prajurit keraton ketika keluar dari dalam keraton dan melewati Alun-alun Utara.
Iringan gunungan tersebut dikawal sembilan pasukan prajurit keraton. Yaitu prajurit Wirobrojo, Ketanggung, Bugis, Daeng, Patangpuluh, dan Nyutro. Mereka mengenakan seragam dan atribut aneka warna dan membawa senjata tombak, keris serta senapan kuno.
Khusus tahun ini, upacara tradisional kirap Grebeg Maulud juga menampilkan 8 ekor gajah yang dinaiki oleh pawangnya mengawali iring-iringan kirap Gunungan Grebeg Maulud. Selian itu juga ada tambahan Gunungan Grebeg Maulud yang dinamakan Gunungan Bromo. Gunungan ini nantinya akan diperebutkan oleh para abdi dalem di dalam keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Selanjutnya, sejumlah gunungan dibawa ke Masjid Agung/Besar Kauman Yogyakarta, untuk diberkati dan didoakan oleh penghulu keraton. Kemudian gunungan itu menjadi rebutan warga yang sudah sejak pagi menunggu di halaman masjid.
Sedangkan satu gunungan dibawa menuju Pura Pakualaman yang berjarak sekira 1 km dari keraton dengan dikawal prajurit tradisional dan kemudian menjadi rebutan ratusan warga setempat.
Mereka yang memperoleh bagian dari gunungan tersebut masih memercayai bahwa sedekah Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan Hamengku Buwono X tersebut akan membawa berkah bagi kehidupan mereka.
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat selama setahun menyelenggarakan upacara tradisional Grebeg Besar sebanyak tiga kali yaitu Grebeg Syawal diselenggarakan bertepatan dengan hari raya Idul Fitri, Grebeg Besar bertepatan dengan hari raya Idul Adha, dan Grebeg Maulud atau bertepatan dengan peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW
Tidak ada komentar:
Posting Komentar